Selasa, 14 Februari 2012

:: REVOLUSI DIRI (Mush’aib Bin Umair) || Waiman Cakrabuana

Dia adalah seorang “pemuda perlente” yang menjadi pujaan kaum wanita di Makkah. Pemuda yang selalu hidup dengan semerbak Parfum, yang harumnya sering mendahului kedatangannya. Kepandaiannya berkomunikasi dan memecahkan masalah, menjadikan dia selalu ditunggu dikalangan pemuda Makkah saat itu, seakan akan pertemuan apapun tidak lengkap tanpa kehadiran pemuda perlente tersebut.

Dialah Mush’aib Bin Umair, pemuda terkemuka dikalangannya dan hidup bergelimang dengan kemewahan dan asuhan manja ibunya. Jadilah dia sebagai anak yang sangat mencintai ibunya diatas segalanya.


Dakwah Islam sampai ke telinganya, menembus memanah hingga ke akal budinya, diam diam akalnya menyetujui dakwah Islam. Menggetarkan jiwanya hingga, bergemuruh sambil membenarkan ajakan Islam yang langsung dibawakan oleh Rasulullah SAW. Mulutnya akhirnya bergerak sambil keluar suara haru KALIMAT SYAHADAT, tanda ia masuk Islam.

Revolusi total terjadi dalam diri Mush’aib, hingga terpilih menjadi Assabiqunal Awwalun / kader inti perjuangan (PIONER) gerakan Risalah. 


Ada sesuatu yang unik dalam dirinya. Dia adalah Pemuda pemberani, siap menghadapi musuh islam manapun, bahkan jika harus menghadapi para pendekar-pendekar Negara Hijaz seluruhnya. Tetapi jika harus berhadapan dengan ibunya, ia lumpuh tak berdaya, takut karena hormat dan sayang kepada Ibunya. Ketakutan kepada Ibunya yang sangat fanatic dengan idiologi BERHALAISME, menyebabkan ia harus menutup rapat-rapat eksistensi dirinya sebagai muslim.


Aktifitas dakwah dan intensitasnya mendatangi pusat gerakan rahasia yaitu di DAARUL ARQAM, rupanya diketahui oleh Badan Intelejen Negara HIjaz. Hingga setelah data awal indikasi keterlibatan Mush’aib dalam gerakan Risalah dipandang cukup, maka intelejen tersebut akhirnya membocorkan eksistensi Mush’aib kepada ibunya sendiri. 


Disidanglah Mush’aib di hadapan keluarga besarnya, termasuk ibunya. Kesempitan ini dimanfaatkan dan disulap menjadi kesempatan dakwah bagi Mush’aib. Mush’aib dengan penuh hikmah mengurai intisari keyakinannya yang di sertai argument wahyu yang tak terbantahkan.

Demi mendengar dakwah Mush’aib yang jelas, Ibunya semakin marah. Keyakinan idiologi berhalaisme ibunya, mendorong dia untuk menghantarkan pukulan dan tamparan keras kemuka Mush’aib. Tetapi ketika tamparan itu hendak mendarat dimuka Mush’aib, ditarik kembali tangannya, diurungkan niat untuk memukulnya. Mungkin rasa sayang ibunya, juga wibawa mush’aib yang memancar bak mentari dhuha, yang menyebabkan ia harus menarik kembali niatnya dan mengendalikan emosinya.


Tetapi rasa belanya terhadap idiologi berhalaisme ibunya, akhirnya sangsi berat untuk Mush’aib di berikan pula. Mualilah Mush’aib di boikot oleh ibunya, kemewahan yang selama ini digelontorkan kepada Mush’aib mulai ditarik, aktifitasnya juga dibatasi dengan sangat ketat. Tetapi Mush’aib bukannya berhenti berdakwah. Baginya, Dakwah adalah kehormatan dan jalan menuju kemuliaan, harga dirinya ada dijalan Dakwah Fi Sabilillah. Dia melawan terhadap tekanan ibunya. 


Suatu Revolusi diri yang berbalik arah 180 derajat. Anak manja yang sangat sayang dan disayang ibunya, kini harus berhadap-hadapan dengan ibunya dengan penuh permusuhan. Pemuda yang terbiasa dengan gemerlap kemewahan pemberian orang tuanya, kini harus hidup dengan sangat bersahaja, bahkan mungkin serba kekurangan karena diboikot total logistic oleh Ibunya. Kaum wanita yang dulu mengidolakan dan mengidam idamkan nya kini berbalik pada membenci dan menjauhinya. Para pemuda yang dulu selalu menunggu kehadirannya kini malah menutup pintu rapat-rapat akan kehadirannya. Bahkan kini PEMUDA: Mush’aib terpenjara dirumah ibunya dengan pintu yang terkunci rapat.


Terhadap hal ini Rasulullah SAW berkata:


”Dahulu saya melihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudidan ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rosulnya”.


Cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya yang membuat pemuda Mush’aib berani meninggalkan segala kesenangan duniawi menuju keridhaan Allah. 


Suatu revolusi diri setelah Syahadat dikumandangkan. Dengan syahadat yang dikumandangkan, tershibghahlah diri Mush’aib dengan shibghah (celupan) Allah. Cinta mati kepada ibunya, kini berubah menjadi cinta yang totalitas kepada Allah dan Rasulnya. Syahadat yang sanggup memutuskan tali ikatan kekerabatan, keduniaan, kesenangan, dan popularitas, jika harus mempertahankan tali ikatan keislaman. 


[2:138] shibghah (celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghah (celupan) nya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (AL BAQARAH (Sapi betina) ayat 138)


[2:207] Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.

Saudara-saudaranya sesama muslim diluar rumah “kurungan” Muhs’aib merencanakan strategi pelarian. Setelah lama rencana disusun, akhirnya Mush’aib berhasil mengelabui ibunya dan para penjaga-penjaganya. Hingga Mush’aib dipilih menjadi salah satu utusan ke Etiopia (habsyi) untuk melaksanakan program dakwah diluar Negara Hijaz.


Kepulangan dari Habsyi (Etiopia), Mush’aib disambut Ibunya dengan kemarahan luar biasa. Hingga hendak mengurungnya lagi. Namun kini Mush’aib semakin mantap, malah menantang ibunya. Hingga ibunya mengancam akan menyuruh orang-orang suruhannya untuk membunuh anaknya sendiri. 


Mush’aib kini bukanlah Mush’aib dahulu, Mush’aib kini adalah Mush’aib yang sudah tercelup dengan celupan Allah (Shibghatullah). Ancaman bunuh dari ibunya sendiri tidak sedikitpun membuat dirinya gentar. Ibunya yang melihat anaknya kini yang sudah berubah 180 derajat, kini putus asa meluluhkan anak kesayangannya sendiri. Akhirnya ia lepas anaknya dengan cucuran air mata kesedihan.


Mush’aib pun berlinang air mata. Ucapan perpisahan penuh haru yang diucapkan Mush’aib menguap kelangit tanpa berbalas satu katapun dari ibunya. SUBHANALLAH
»»  SELENGKAPNYA...

Minggu, 05 Februari 2012

:: Ibrahim AS, Pemuda Ideal || waiman cakrabuana

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas’ud ra, “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. At-Tirmizi)

Setiap kita akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah berkaitan dengan “masa muda”. Bagaimana engkau pergunakan masa mudamu itu?. Tidak sedikit manusia yang menggunakan masa mudanya sebagai masa untuk berhura-hura, berpoya-poya, bahkan ditenggelamkan dalam pesta narkoba atau pergaulan bebas (naudzu billah).

Ibrahim AS adalah sosok Pemuda yang ditampilkan Al-Qur’an sebagai uswah (contoh) terbaik dalam menghabiskan masa mudanya dalam limpahan kasih sayang Allah Ar-Rahman. Kisah Ibrahim muda ini dicatat dalam QS Al-Anbiya (21) ayat 51-70.

PEMUDA YANG TERCERAHKAN
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (QS Al-Anbiya (21):25)

Ibrahim As adalah pemuda yang dianugerahi Allah SWT “Hidayah Kebenaran”. Beliau hidup ditengah keluarga pembuat “patung berhala”, tetapi hidayah kebenaran yang telah menerangi jiwanya, sehingga jiwanya mampu menentukan kesalahan bapaknya si pembuat berhala dan bahkan mampu menemukan akar kesalahan itu dari “penguasa tiran” Kerajaan Namrudz.

(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" (QS 21:26). Pernyataan ini adalah pernyataan tegas dari insan yang telah “tercerahkan” jiwanya dengan tauhid hingga mampu menemukan dan menunjukan kesyirikan massal suatu bangsa. Kersyirikan “nasionalisme” yang dilambangkan oleh patung-patung made in Azzar sebagai bapaknya sendiri.

Kejernihan akaldan hatinya, sanggup menerobos tradisi syirik bangsanya yang telah terjadi berabad abad lamanya. Mendobrak tradisi-tradisi jahiliyyah yang sudah menjadi akar budaya di masyarakat. Perhatikanlah dialog Ibrahim dengan kaumnya:

[21:53] Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya".
[21:54] Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata".
[21:55] Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?"
[21:56] Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu".


Sikap kritis Ibrahim adalah implikasi jiwa yang tercerahkan dengan Tauhidullah.

PEMUDA YANG BERANI

Ibrahim muda bukan hanya sanggup berpikir kritis tetapi juga “berani karena benar”. Sikap kritis Ibrahim kepada kaumnya yang kolot, menuai ancaman serius [21:55]. Tetapi Ibrahim malah membuat langkah-langkah serius perlawanan [21:57], dirancanglah sebuah siasat gerakan perlawanan.

Langkah dan rancangan perlawanan Ibrahim bukan hanya rencana diatas kertas, tetapi sampai di implementasikan dalam langkah riil. Pemuda Ibrahim kemudian menghancurkan berhala-berhala kerajaan Namrudz, kecuali yang terbesar [21:58]. Simbol perlawanan serius mulai dilancarkan Pemuda Ibrahim.

Tentu langkah ini tak akan mampu dilaksanakan oleh manusia pengecut, yang takut ancaman dari penguasa tiranik. Langkah sarat resiko, penuh bahaya,… ditempuh Ibrahim sebagai Pemuda Pemberani. Ibrahim tidak memendam rasa takut sedikitpun kepada manusia. Yang ditakutinya hanyalah adzab Allah.


PEMUDA YANG REVOLUSIONER
Sebagaimana seluruh para Rasul, Ibrahim AS juga memiliki misi revolusi. Yaitu perubahan yang totalitas dan cepat. Suatu perubahan yang hendak meruntuhkan rezim tiranik Raja Namrudz. Didalam misi revolusi-nya, Ibrahim langsung pada akar persoalan yaitu TAUHID (bersifat radikal).

Ibrahim langsung menggemakan Laa Ilaaha Illallah kepada kerajaan tiranik Namrudz, tanpa menggunakan perantaraan ekonomi, social budaya, atau melalui partai politik. Ibrahim langsung menyerukan bahwa OTORITAS tertinggi membuat hukum hanya ada ditangan Allah SWT, bukan ditangan rakyat (demokrasi) atau dinasti raja (monarki) atau ditangan elite elite politik (Aristo demokrasi).

Gema dakwah Tauhid inilah yang secara langsung menyebabkan Namruda berang, karena hak OTORITAS-nya harus dilepaskan dan diserahkan kepada Allah SWT.

Perubahan yang diusung Ibrahim muda juga tidak dicicil dari beberapa sector secara berangsur. Tetapi suatu perubahan fundamental dari akarnya.

Ibrahim juga tidak menggunakan ‘lembaga – lembaga’ penyaluran aspirasi politik (seperti parpol) melalui parlemen Namrudziah. Bahkan secara dzahiriyyah Ibrahim memproklamirkan system masyarakat sendiri yang berpisah dari kerajaan Namrudz (60:4).

PEMUDA YANG BRILLIAN
Ibrahim mengemas misi dakwahnya dengan cerdas, bahkan ketika harus diadili dalam pengadilan kerajaan Namrudz.

Ketika pihak kerajaan mengetahui bahwa berhala-berhala mereka hancur berantakan. Mereka menye lidiki siapa pelaku penghancuran symbol symbol kenegaraan sembahan mereka itu?. Sampai akhirnya diduga bahwa pelakunya adalah “seorang pemuda yang bernama Ibrahim” [21:60].

Ibrahim dipanggil ke mahkamah pengadilan kerajaan dan disidang, sambil ditonton orang banyak (live) [21:61]. Mereka menyidik Ibrahim : “Apakah anda yang melakukan penghancuran berhala-berhala ini?” [21:62]. Ibrahim menjawab: “bukan!, tetapi berhala terbesar ini pelakunya. Tanyakan saja kepadanya!” [21:63].

Mereka menyadari bahwa berhala yang disembah itu tidak sama sekali terbukti membawa keuntungan bahkan berbicara saja tidak sanggup. Para petinggi kerajaan dan rakyat banyak yang secara live menonton persidangan itu tertunduk malu dan tersadar [21:63-64].

Saat itulah Ibrahim melancarkan pukulan telak dengan mengatakan : “Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfa'at sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?” [21:66-67].

PEMUDA YANG TEGAR

Bukannya sadar dan bertobat, Raja Namrudz menutup rasa malu dan salahnya dengan mengeluarkan sebuah vonis hukum tertinggi yaitu “BUNUH”, dengan cara sadis yaitu dibakar [21:68].

Ibrahim menyadari konsekwensi revolusi yang akan menimpa dirinya. Dia tetap tegar menghadapi vonisan mati Raja Namrudz. Tidak ada penyesalan dan raut muka bersedih. Inilah kematian terindah yang dicita-citakan para pejuang kalam suci. Ibrahim akhirnya dibakar dalam api yang menggunung. Birunya api dan kepulan asap yang menggelembung seperti ombak terbang, hampir menggelapkan cuaca.

Allah kemudian berfirman kepada api “jadilah kamu dingin dan selamatkan Ibrahim!” , api-pun menjadi dingin. Ibrahim keluar dari kepungan api dengan selamat [21:69].
»»  SELENGKAPNYA...